Friday 3 June 2022

ONEPIECE CHAPTER 1051
















Saturday 30 October 2021

Hore Ada Top Up Bansos Rp300 Ribu November-Desember 2021, Termasuk BST Tahap 7 dan 8? cekbansos.kemensos.go.id

 


Ada kabar terbaru tentang top up bansos Rp 300 Ribu yang akan disalurkan pada November-Desember.

Apakah top up bansos RP 300 ribu adalah kelanjutan BST tahap 7 dan 8 yang dicairkan lewat rekening dan kantor pos via cekbansos.kemensos.go.id?

Simak penjelasan mengenai apa itu top bansos Rp 300 ribu dan bagaimana kelanjutan BST via cekbansos.kemensos.go.id.

Pertama-tama adalah tentang informasi BST yang dikabarkan telah dihentikan.

Mencermati keterangan Menteri Sosial Tri Rismaharini, BST Rp 600 ribu disalurkan akibat dampak PPKM darurat.

Dalam rencana penyalurannya hanya akan digelontorkan selama empat bulan, akan tetapi kemudian ditambah dengan 2 bulan.

"BST Cuma dua bulan. Jadi kan kemarin awal 2021 cuma empat bulan Januari sampai April, ditambah dua bulan karena PPKM darurat, Mei dan Juni," jelas Risma dikutip Jurnalmakassar.com dari Antara Rabu 22 September 2021.

Adapun jumlah dana BST yang didapatkan oleh penerima, yakni sejumlah Rp 600 ribu.

Berdasarkan penjelasan tersebut, artinya BST Rp 600 ribu sudah ditiadakan dan tidak akan cair pada bulan Oktober 2021.

Dengan kata lain, BST Rp 600 ribu hanya sampai dengan penyaluran tahap 6.

ementara itu, top up bansos Rp 300 ribu cair November-Desember 2021 juga bukan merupakan kelanjutan BST tahap 7 dan 8.

Top up bansos Rp 300 ribu merupakan program tambahan pemerintah, tentu saja selain dari program bansos reguler lainnya, semisal PKH dan BPNT.

Kabar tentang top up bansos tersebut diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, yakni Airlangga Hartarto.

Akan ada top up kartu sembako, oni menggunakan dana optimalisasi di Kemensos di mana November-Desember masing-masing Rp 300 ribu," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers evaluasi program PC-PEN, Selasa 26 Oktober 2021.

Namun juga dikatakan, bahwa top up bansos Rp 300 ribu akan disalurkan ke 35/kota kabupaten.

"Top up (bansos) menggunakan dana optimalisasi di Kemensos dimana besaran bansos Rp 300.000 pada 35 kabupaten/kota prioritas terutama untuk penanganan kemiskinan ekstrem," kata Airlangga.

Adapun sejumlah provinsi yang akan mendapatkan penyaluran top up bansos Rp 300 ribu adalah:

  • 1. Jawa Barat;
  • 2. Jawa Timur;
  • 3. Maluku;
  • 4. Jawa Tengah;
  • 5. NTT;
  • 6. Papua;
  • 7. dan Papua barat.

Sedangkan berdasarkan tanggapan Wakil Menteri Keuangan Suhasil Nazara, penyaluran top up bansos Rp 300 ribu akan dilaksanakan oleh Kemensos.

Adapun sumber data penerima top up bansos tersebut adalah penerima Kartu Sembako dan PKH.

Top up bansos Rp 300 ribu ini nantinya akan disalurkan kepada 28,8 juta keluarga yang telah terdaftar.

Sejauh ini, Kemensos sedang melakukan tahap finalisasi detail nama calon dan alamat calon penerima top bansos Rp 300 ribu tersebut.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa top up bansos Rp 300 ribu memang bukan merupakan kelanjutan BST tahap 7 dan 8.

Selain itu, untuk terus mendapatkan informasi penerima bansos yang dikucurkan melalui kemensos, seperti PKH dan BPNT, silahkan kunjungi cekbanso.kemensos.go.id

Sunday 24 October 2021

Anggaran Hanya untuk Beras, Risma Tegaskan Tak Serap Telur untuk Bansos



Menteri Sosial Tri Rismaharini menegaskan tidak bisa menyerap telur ayam sebagai bantuan sosial non tunai (bansos). Ini karena regulasi anggaran bansos dari Kemensos hanya untuk belanja beras.
Penegasan ini disampaikan Risma menanggapi statemen Mendag Muhammad Lutfi yang berencana menyerap telur dari para peternak untuk bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19. Rencana itu dilakukan untuk memperbaiki harga telur yang sedang anjlok.

"Itu kan tergantung e-warungnya. Kalau bansos ya hanya beras. Kalau telur terlalu berat kami untuk membaginya. Nanti kalau sampai warga pecah, kami dimaki-maki lagi. Lagipula kami anggarannya memang hanya untuk beras," tandas Risma saat berkunjung ke Makam Bung Karno, Sabtu (23/10/2021).



Selain anggaran hanya untuk belanja beras, Risma juga menerangkan tentang aturan pengiriman bansos. Dalam regulasi, tidak boleh ada pengiriman paket atau pengiriman barang ke warga yang menerima bantuan penerima manfaat.

"Dari Kemenko PMK bahwa tidak boleh ada pemaketan. Dan sudah jelas itu pembuat aturannya bukan di Kemensos," kata Risma.

Selama ini, imbuh Risma, kewenangan menentukan komponen bansos dilakukan oleh e-warung berdasarkan permintaan penerima manfaat. Dan pembuat aturan itu bukan Kemensos, melainkan Kemenko PMK.

Jadi kalau penerima manfaat bilang saya alergi telur. Saya mau daging. Itu boleh," imbuh Risma.




Sebelumnya, Mendag Muhammad Lutfi, berencana menyerap telur dari para peternak untuk bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19. Hal ini dilakukan untuk memperbaiki harga telur yang sedang anjlok.

"Jadi, ini salah satu terobosan yang sedang dipikirkan oleh pemerintah, supaya harga telur ini baik, dan juga meningkatkan gizi masyarakat. Ini yang sedang kami pikirkan. Kita bantu semua sama-sama, supaya bisa jalan perekonomian," kata Lutfi dikutip dari Antara, Sabtu (25/9/2021).

Sumber berita by : https://news.detik.com/ber Kita-jawa-timur/d-5779861/anggaran-hanya-untuk-beras-risma-tegaskan-tak-serap-telur-untuk-bansos

Wednesday 20 October 2021

Dukung Penurunan Stunting di Indonesia, Kemensos Efektifkan Peran Keluarga

 


LANGKAT (20 Oktober 2021) – Presiden Joko Widodo memerintahkan kepada para menteri terkait dalam upaya menurunkan angka stunting menjadi 14% pada 2024. Presiden memprioritaskan 10 provinsi, yakni NTT, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Gorontalo, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.

Menindaklanjuti perintah Presiden Joko Widodo tersebut, Menteri Sosial Tri Rismaharini melalui Pusat Penyuluhan Sosial (Puspensos) memberikan perhatian terhadap pencegahan dan penanganan masalah stunting dengan peran keluarga.

“Penyuluhan sosial untuk pencegahan stunting dengan pendekatan keluarga sangat diperlukan,” ujar Kepala Puspensos, Wiwid Widiansyah dalam kegiatan, Penyuluhan Sosial Prioritas Pencegahan Resiko dan Dampak Bagi Kesejahteraan Anak dan Keluarga,“ di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara beberapa waktu lalu.

Kegiatan ini diikuti 60 peserta yang merupakan stakeholder (pemangku kepentingan) masyarakat di Kabupaten Langkat dengan melaksanakan protokol kesehatan (Pokes), memakai masker, menjaga jarak, tidak berkerumun, serta mencuci tangan dengan sabun di air yang mengalir. 



Kapuspensos menekankan peran penyuluh sosial dalam penyampaian informasi dan edukasi bahaya stunting kepada  pemangku kepentingan masyarakat, sehingga mampu menjadi inisiator  penggerak masyarakat berpartisipasi dalam pencegahan dan penanganan bahaya stunting

"Dengan pendekatan melalui keluarga sebagai bagian dari masyarakat merupakan faktor yang sangat menentukan bagaimana kita berusaha melakukan pencegahan dan penanganan stunting di tengah masyarakat,” ujar Wiwid. 

Peran keluarga sangat penting mencegah stunting di setiap fase kehidupan, dimulai dari janin dalam kandungan, bayi, balita, remaja, menikah, hamil, dan seterusnya, sehingga mendukung upaya pemerintah dalam penanganan stunting di tanah air. 

“Upaya pencegahan stunting penting dilakukan pada sejak dini yaitu masa anak dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun dan menjadikan peran keluarga sangat penting di fase ini,” tandas Kapuspensos.



Pada kesempatan itu, hadir narasumber dari Anggota Komisi VIII DPR RI, Rudi Hartono Bangun sebagai mitra kerja dar Kementerian Sosial (Kemensos).

“Pemerintah fokus terkait penanganan stunting antara lain melalui intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Intervensi gizi spesifik dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional dan memiliki kontribusi sekitar 30% dalam pencegahan stunting,” kata Rudi. 

Sedangkan, untuk intervensi melalui gizi sensitif dilakukan melalui masyarakat umum, termasuk keluarga, sehingga dampak intervensi lebih bersifat jangka panjang dan memiliki kontribusi 70% dalam upaya pencegahan stunting di Indonesia. 

"Adanya peningkatan kapasitas jadi sangat penting diberikan kepada para pemangku kepentingan kelembagaan lokal yang ada sebagai wujud transfer knowledge, value dan skill sehingga bisa menyampaikan dan mempengaruhi masyarakat untuk bersama-sama berpartisipasi dalam Pencegahan Resiko dan dampak stunting pada anak," pungkas Rudi.

Biro Hubungan Masyarakat
Kementerian Sosial RI

Penulis :
Biro Humas

Monday 4 October 2021

Viral Polemik Data PKH

 


Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini (Ibu Risma) marah-marah di Gorontalo dalam rapat resmi pemadanan data kesejahteraan sosial, terhadap Pendamping PKH, videonya viral dihampiri semua media elektronik maupun media cetak.

Bahkan malam ini (3/10/2021) sebuah stasiun swasta nasional TVOne, membahasnya secara panel dengan dokter ahli jiwa, politisi PDIP Gorontalo dan Pusat, serta pengamat politik.

Pembahasan sepertinya menjadi persoalan politik, atau dikaitkan dengan kepentingan politik, karena Ibu Risma kader PDIP, dan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie adalah kader Golkar. Dokter ahli jiwa pun tidak berani secara spesifik memberikan penilaian, karena tidak atau belum bertemu langsung untuk mendiagnosis Ibu Risma.

Inti persoalan menjadi kabur, karena melebar kemana-mana, membedah karakter personal, dan korelasinya dengan kepentingan politik. Inti persoalannya adalah soal PKH, adanya perbedaan data antara yang di tangan pendamping sebagai koordinator pendamping PKH dengan yang dipegang Staf Ahli Mensos.

Di video kita melihat, dan sesuai dengan penjelasan Husein ui, Ka. Dinas Sosial Provinsi Gorontalo, Ibu Risma marah kepada pendamping yang datanya beda dengan yang dipegang Staf Ahli, dan langsung menuding pendamping itu yang keliru.

Sebenarnya Mensos sedang mempertontonkan persoalan data secara internal yang masih belum sinkron. Verifikasi dan validasi data PKH belum tuntas. Perlu diketahui bahwa pendamping PKH itu adalah tenaga honorer yang diseleksi dan diangkat oleh Kementerian Sosial. Secara hirarki bertanggung jawab pada Kementerian melalui OPD Dinas Sosial provinsi dan Kabupaten/Kota.

Gubernur Gorontalo pun mungkin tidak memahami persis bahwa Pendamping PKH itu bukan pegawai atau tenaga honorer yang diangkat Gubernur. Karena Pemda Provinsi juga ada memberikan bantuan fasilitas untuk kelancaran operasional para pendamping.

Sebaiknya memang sebelum dilakukan rapat dalam forum yang luas dan melibatkan banyak sektor itu, didahului rapat teknis tim verifikasi dan validasi data PKH antara Direktur Jaminan Sosial Ditjen Linjamsos Kemensos yang lingkup tugasnya program PKH, dengan para pendamping PKH dilapangan dan pejabat Dinsos setempat. Disitulah adu data dan fakta. Sehingga dalam rapat forum lintas sektor yang dipimpin Mensos, datanya sudah clear dan clean.

Janganlah pejabat Kemensos yang bertanggungjawab terhadap program PKH, melepas Ibu Mensos ke gelanggang yang “berlumpur” sehingga Ibu Risma dan Pendamping PKH menjadi berlumuran “lumpur” dan ditonton seluruh masyarakat Indonesia karena viral dengan cepatnya. Dalam pengalaman saya di birokrasi sampai level eselon 1, inilah yang disebut dengan “pembiaran”.

“Pembiaran” itu terjadi bukan begitu saja. Bisa jadi takut dimarahi jika mengingatkan pimpinan karena tahu karakter pemimpinnya suka marah-marah. Kemungkinan lain sang pimpinan tidak mau mendengar pendapat bawahannya yang sudah menyajikan data yang lengkap. Atau mungkin sudah tidak peduli lagi karena sudah santer mau diganti. Intinya antara lain pola komunikasi.

George Edward III, mengembangkan Model Implementasi Kebijakan Publik, dimana ada 4 faktor atau variabel yang mempengaruhi suatu kebijakan publik, yakni komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan atau tingkah laku, dan struktur birokrasi. Keempat faktor itu saling berkorelasi dan saling berpengaruh dalam implementasi suatu kebijakan publik. Jika “pembiaran” terjadi dalam proses komunikasi, menjadi perilaku, dan menjalar dalam struktur birokrasi, dampaknya yaitu ditunjukkan dalam kasus marah-marahnya Mensos di forum rapat resmi di Gorontalo.

Akar Persoalan PKH

PKH didesain awalnya (2007) adalah untuk memutus mata rantai kemiskinan. “Orang tuanya boleh miskin, tetapi anak saya tidak boleh miskin”. Itu motto awal yang menjadi inspirasi yang dibawa oleh Prof. Tarcicio, asal Kolombia yang menjadi konsultan PKH (Conditional Cash Transfer) yang ditunjuk Word Bank membantu Indonesia, pada berbagai kesempatan kami berdiskusi pada tahun 2006, sekitar 15 tahun yang lalu, sewaktu saya menjabat Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial Depsos ( 2005-2007).

Oleh karena itu, menjadi syarat mutlak yang menjadi target peserta (KPM) adalah keluarga sangat miskin, dengan kriteria khusus istri dalam keluarga itu sedang hamil dan atau punya anak balita, dan atau punya anak usia sekolah tetapi tidak masuk dalam sistem sekolah.

Ada dua program yang harus dikawal dan dapat diakses melalui PKH, yaitu program pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, dan balita, dan mendapatkan pendidikan bagi anak usia sekolah sehingga bisa masuk sistem sekolah.

Gorontalo adalah provinsi pertama tahun 2007 diluncurkannya PKH, oleh Mensos Bachtiar Chamsyah, bersama Gubernur Fadel Muhammad. Siapa yang menjadi KPM, di-tracing oleh pendamping PKH yang sudah terlatih, karena proses pelatihan yang ketat, profesional dan mendapatkan salary yang relatif besar dibandingkan pendamping program lainnya. Mereka tenaga muda, berpendidikan, dan memahami wilayah kerjanya, karena disyaratkan berasal dari kecamatan program PKH itu berada.

Peranan Koordinator Pendamping PKH Tingkat Kabupaten. Propinsi dan Pusat berjalan efektif, dan datanya real time karena melalui sistem aplikasi yang sudah teruji, dan ada operator monitoring and evaluation (monev) setiap Kabupaten lokasi PKH, dengan diberikan seperangkat Komputer dengan aplikasi sistem yang khusus dibuat untuk PKH.

Tujuannya agar dapat terpantau apakah KPM itu setiap minggu/bulan pergi ke Puskesmas untuk memeriksa kehamilan (jika ibu hamil), atau jika punya Balita datang ke Posyandu/BKB dan melakukan imunisasi, dan jika yang masuk sistem sekolah pergi sekolah minimal 80% kehadirannya. Tugas pendampinglah melakukan advokasi dan pembinaan terhadap KPM yang melaksakan SOP yang ditetapkan, pada saat diberikan dana PKH kepada mereka.

Program PKH itu sesuai dengan desain awalnya harus ada target waktu. Dalam Pedoman yang dikeluarkan oleh Bappenas tahun 2007, jangka waktu program itu 6 tahun, diperhitungkan dalam 6 tahun, sudah ada KPM yang dapat lepas dari rantai kemiskinan, karena anaknya sehat-sehat, berpendidikan, ibunya sehat, sehingga bisa membantu suami bekerja.

Setelah lepas dari skema PKH, maka tentu Pemda dapat menindak lanjutinya dengan skema pemberdayaan masyarakat melalui KUBE misalnya, Bantuan Usaha Mikro, KUR, dan berbagai program sektor lainnya.

Exit strategy PKH setiap 6 tahun, sampai sekarang seharusnya sudah 2 kali putaran. Ternyata tidak banyak yang dilepaskan dari rantai kemiskinan tersebut. bahkan KPM-nya terus membengkak yang semula hanya 387 ribu KPM, dalam 13 tahun melonjak menjadi 10 juta KPM, dengan dana Rp 36,9 Triliun.

Artinya PKH ini tidak lagi bersyarat hanya punya balita, hamil, dan anak yang masuk sistem sekolah, tetapi melebar semua orang sangat miskin, miskin dan hampir miskin. 10 juta KPM itu berarti sekitar 40 juta jiwa, sedangkan BPS menyebutkan angka kemiskinan kita sekitar 10% atau 27 juta jiwa. Artinya exit program tidak jalan, dan Pemda terus melakukan lobi-lobi ke Kemensos agar masyarakatnya mendapat PKH terus-menerus.

Saat ini online system/real time, saya dapat informasi tidak lagi berjalan. Laporan dilakukan secara offline, artinya tidak real time. Implikasinya antara lain tidak sinkron data KPM, yang berakibat Mensos marah-marah kepada Pendamping PKH yang notabene anak buahnya sendiri di depan banyak orang peserta rapat.

Disisi lain ketersinggungan Gubernur Gorontalo Rusli Habibie yang dulunya Bupati Gorontalo Utara, alumni STKS (Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung), yang sangat dekat dan mengenal pejabat di Kemensos, bukan saja menyesalkan sikap Bu Risma yang marah-marah di wilayahnya, tetapi harus menunjukkan harga diri dengan menyatakan “Program PKH yang sudah 13 tahun diberikan Kemensos kepada kami, sudah saatnya kami men-take over PKH dengan sumber APBD yang kami miliki”.

Bu Risma pasti senang karena mengurangi beban dan tanggungjawabnya. Dan Provinsi Gorontalo menjadi model yang sudah menerapkan exit strategy, sebagai exit program wujud kemandirian Pemerintah Provinsi Gorontalo. Saya yakin jumlah KPM yang sangat miskin istrinya sedang hamil, punya balita dan anak usia sekolah, tidak terlalu banyak lagi, untuk mendapatkan PKH bersumber APBD. Momentum itu dapat menjadi semangat untuk memicu harga diri masyarakat Gorontalo membantu warganya keluar dari mata rantai kemiskinan.

Sebagai penutup perlu juga kita ketahui bagaimana sebenarnya bunyi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011, Tentang Penanganan Fakir Miskin, khususnya pada pasal 8 ayat (7), (8) dan (9), dimana pada ayat (7) Verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang ada di kecamatan, kelurahan atau desa. Pada ayat (8) Hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaporkan kepada Bupati/Walikota. Dan ayat. (9) Bupati/Walikota menyampaikan hasil verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) kepada Gubernur untuk diteruskan kepada Menteri.

Peran Mensos sesuai Pasal 8 ayat (1) Menteri menetapkan kriteria fakir miskin sebagai dasar untuk melaksanakan penanganan fakir miskin.

Jadi UU 13/2011, cukup jelas memberikan pembagian tugas pendataan Fakir Miskin, Mensos menetapkan kriterianya, Bupati/Walikota memverifikasi dan validasi data yang dilaksanakan oleh potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang ada di kecamatan, kelurahan atau desa. Lantas disampaikan kepada Gubernur hasil verifikasi dan validasi itu, untuk diteruskan kepada Menteri, dan Menteri Sosial menetapkannya dengan menerbitkan Keputusan Menteri. Jadi jelas rantai birokrasinya, tidak ada jalan sebetulnya untuk marah-marah atas pekerjaan yang dilakukan sendiri.

Cibubur, 3 Oktober 2021

Dr. Apt. CHAZALI H. SITUMORANG, M.Sc.,

Pemerhati Kebijakan Publik dan Dosen FISIP UNAS.


Sumber berita : https://www.cakrawarta.com/polemik-data-pkh.html


Tuesday 28 September 2021

Mulai Bulan Depan, Kemensos Uji Coba Penggunaan Dana BPNT Tanpa Kartu



Menteri Sosial Tri Rismaharini (Risma) akan melakukan uji coba penggunaan dana bantuan pangan non tunai (BPNT) tanpa kartu di tujuh provinsi. Uji coba ini akan dilakukan mulai bulan depan.

"Bulan Oktober itu akan kita uji coba, jadi nggak pakai kartu (pengambilannya). Ngga perlu pakai kartu, dia bisa menggunakan HP-nya walaupun HP-nya jadul," kata Risma dalam konferensi pers, Senin (27/9/2021)


Uji coba ini nantinya bakal diterapkan di 7 provinsi yang ada di Indonesia. Para keluarga penerima manfaat (KPM) nantinya akan bisa memanfaatkan dana yang terdapat dalam BPNT tanpa menggunakan kartu.

Meskipun dia HP smartphone juga dan bisa KTP. Jadi KTP bisa biometrik. Jadi saya mau belanja begini terus difoto kan dia punya biometriknya. Nah bisa untuk belanja sudah dan itu di mana saja. Semua akan jadi e-warong," jelas Risma.

Risma mengatakan para KPM tidak bisa membelanjakan saldonya untuk membeli rokok dan miras. Nanti di e-warong terdapat harga standar yang bisa dibeli oleh para KPM

Dan nanti akan ada standar harganya. Kalau melebihi HET, maka nggak akan keluar," kata Risma

Dengan penerapan biometrik tersebut, Risma mengatakan nantinya siapa saja bisa datang dengan mudah. Hanya foto lalu data penerima akan muncul dan tinggal berbelanja.


"Jadi dia bisa dateng. (Misal) saya nggak bawa KTP, HP, saya difoto keluar namanya kemudian dia tinggal belanja sehingga kita punya laporan dia belanja apa saja dan harganya berapa. Kalau melebihi HET, maka tidak bisa keluar. Itu penyelesaiannya," jelas Risma.

"Kita akan coba jadi nanti akan, kalau saya punya usaha warung mau ikut program ini tinggal download Qris, kami disiapkan software-nya oleh BI (Bank Indonesia). Tinggal download, kemudian dia bisa melayani siapa yang datang ke sini," sambungnya